PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB 1
FILOSOFI PENGAMAN

A.           PENGERTIAN PENGAMAN
Sistem pengaman tenaga listrik merupakan sistem pengaman pada peralatan-peralatan yang terpasang pada sistem tenaga listrik, seperti generator, bus bar, transformator, saluran udara tegangan tinggi, saluran kabel bawah tanah, dan lain sebagainya terhadap kondisi abnormal operasi sistem tenaga listrik tersebut (J. Soekarto, 1985).
B.            FUNGSI PENGAMAN
Kegunaan sistem pengaman tenaga listrik, antara lain untuk
1.             mencegah kerusakan peralatan-peralatan pada sistem tenaga listrik akibat terjadinya gangguan atau kondisi operasi sistem yang tidak normal;
2.             mengurangi kerusakan peralatan-peralatan pada sistem tenaga listrik akibat terjadinya gangguan atau kondisi operasi sistem yang tidak normal;
3.             mempersempit daerah yang terganggu sehingga gangguan tidak melebar pada sistem yang lebih luas;
4.             memberikan pelayanan tenaga listrik dengan keandalan dan mutu tinggi kepada konsumen;
5.             mengamankan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh tenaga listrik.

C.           KOMPONEN SISTEM TENAGA LISTRIK
Dalam skala besar energi listrik dihasilkan melalui generator pada pusat pembangkit dengan berbagai macam tenaga penggerak awalnya. Misalnya tenaga air pada Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), tenaga uap pada Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), tenaga gas pada Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG), dan lain sebagainya. Mula-mula pemakaian tenaga listrik hanya terbatas pada daerah di sekitar pembangkit itu berada, sehingga untuk menyalurkannya hanya diperlukan sistem tenaga listrik tegangan rendah. Dengan adanya perkembangan daerah atau perkotaan maka pusat pembangkit letaknya terpaksa jauh dari kota atau pusat beban. Hal ini menyebabkan pembangkit, misalnya PLTA, tidak mungkin lagi menyalurkan listrik menggunakan tegangan rendah ataupun menengah. Untuk itu diperlukan tegangan yang lebih tinggi atau yang lazim disebut transmisi. Penggunaan saluran transmisi memungkinkan pengiriman tenaga listrik kepada pemakai yang letaknya beberapa ratus kilometer dari pusat pembangkit.
Secara umum, komponen-komponen yang ada pada sistem tenaga listrik, antara lain sebagai berikut.
1.             Stasiun pembangkit
2.             Stasiun trafo penaik tegangan
3.             Jaringan transmisi primer
4.             Gardu induk transmisi
5.             Jaringan transmisi sekunder
6.             Stasiun trafo step down
7.             Jaringan distribusi primer
8.             Stasiun trafo distribusi
9.             Jaringan distribusi sekunder
Diagram sistem tenaga listrik dari pusat pembangkit sampai konsumen dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tegangan keluaran (output) generator di pusat pembangkit 11 KV dinaikkan melalui trafo penaik tegangan (step up) menjadi 500 KV. Tegangan itu kemudian dialairkan melalui jaringan transmisi primer 500 KV dan melalui trafo penurun tegangan (step down) di gardu induk transmisi, tegangan 500 KV diturunkan menjadi tegangan transmisi sekunder 150 KV. Tegangan listrik pada jaringan transmisi yang masih tinggi ini belum bisa dipakai secara langsung oleh konsumen. Untuk itu perlu diturunkan menjadi tegangan menengah (kurang lebih 20 KV) melalui stasiun trafo step down yang ada pada gardu induk distribusi. Jaringan distribusi primer 20 KV sebagian bisa dimanfaatkan secara langsung oleh konsumen yang memerlukan catu daya tegangan 20 KV, misalnya pada industri-industri besar. Sedangkan untuk menyuplai tenaga listrik tegangan rendah (220 V), misalnya untuk penerangan rumah tangga, rumah sakit, dan sebagainya, maka tengangan distribusi primer 20 KV diturunkan menjadi tengangan rendah 220 V melalui trafo step down yang selanjutnya dialirkan melalui jaringan distribusi sekunder.

D.           SISTEM INTERKONEKSI KELISTRIKAN
Sistem interkoneksi kelistrikan merupakan sistem terintegrasinya seluruh pusat pembangkit menjadi satu sistem pengendalian.
Dengan cara ini akan diperoleh suatu keharmonisan antara pembangunan stasiun pembangkit dengan saluran transmisi dan saluran disribusi agar bisa menyalurkan daya dari stasiun pembangkit ke pusat beban secara ekonomis, efesien, dan optimum dengan keandalan yang tinggi.
Keandalan sistem merupakan probabilitas bekerjanya suatu peralatan dengan komponen-komponennya atau suatu sistem sesuai dengan fungsinya dalam periode dan kondisi operasi tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi keandalan sistem tersebut adalah kemampuan untuk mengadakan perubahan jaringan atau peralatan pembangkitan dan perbaikan dengan segera terhadap peralatan yang rusak.
Keuntungan sistem interkoneksi, antara lain bisa memperbaiki dan mempertahankan keandalan sistem, harga operasional relatif rendah sehingga menjadikan harga listrik per KWH yang diproduksi lebih murah. Hal ini dengan asumsi bahwa pembangunan pembangkit dengan kapasitas yang besar akan menekan harga listrik.
1.             Prinsip Dasar Sistem Interkoneksi
Jika suatu daerah memerlukan beban listrik yang lebih besar dari kapasitas bebannya maka daerah itu perlu beban tambahan yang harus disuplai dari 2 stasiun yang jaraknya cukup jauh. Agar diperoleh sistem penyaluran tenaga listrik yang baik, diperlukan sistem interkoneksi. Dengan interkoneksi dimungkinkan tidak terjadi pembebanan lebih pada salah satu stasiun dan kebutuhan beban bisa disuplai dari kedua stasiun secara seimbang. Sistem interkoneksi sederhana dengan 2 buah stasiun dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Kedua stasiun pembangkit SI dan S2, selain memberikan arus listrik pada beban di sekitarnya, juga menyalurkan arus listrik I1 dan I2 pada beban melalui jaringan transmisi 1 dan 2. Stasiun tenaga dihubungkan dengan menggunakan interkonektor, sedangkan penyaluran tenaga listrik berlangsung seperti ditunjukkan anak panah pada gambar berikut. Oleh karena beban lokal di sekitar stasiun dihubungkan pada stasiun S1 dan S2 maka tegangan pada bus barnya harus dijaga agar konstan seperti tegangan pada beban konsumen. Agar kedua jaringan transmisi bisa menyalurkan daya yang sama dan sistem beroperasi pada terminal yang sama, maka diperlukan peralatan regulasi yang dipasang pada akhir pengiriman masing-masing jaringan transmisi dan interkonektor.
Untuk memperoleh stabilitas operasi dari sistem interkoneksi stasiun pembangkit, maka kedua sistem harus diinterkoneksikan melalui sebuah reaktor, sehingga tenaga listrik akan mengalir dari stasiun satu ke stasiun lainnya sebagaimana diperlukan pada kondisi operasi.

2.             Sistem Interkoneksi Jawa-Bali
Di Pulau Jawa, saat ini telah dibangun beberapa pusat pembangkit tenaga listrik dalam skala besar, antara lain PLTU Suralaya, PLTA Saguling, PLTA Cirata, dan PLTA Paiton.

Untuk menyalurkan sumber daya listrik tersebut ke beban-beban di seluruh Jawa dan Bali maka diperlukan sistem interkoneksi. Tujuan sistem ini untuk menjadikan sistem kelistrikan di seluruh Jawa dan Bali yang semula terpisah-pisah, menjadi satu sistem tunggal yang saling tersambung (interconnected). Dengan demikian di Pulau Jawa dan Bali terdapat sistem kelistrikan tunggal dan terpadu (integrated power system), dengan transmisi bertegangan ekstra tinggi, yaitu 500 KV sebagai jaringan utamanya.
Pada sistem interkoneksi kelistrikan se-Jawa dan Bali ini telah dibangun menara-menara listrik sebagai jalur transmisi tegangan ekstra tinggi 500 KV, mulai dari PLTU Suralaya, PLTA Saguling, PLTA Cirata, PLTU Paiton ke pusat pengatur beban (PPB) di Gandul (Jakarta). Pusat-pusat pembangkit berskala besar dari beberapa wilayah di Jawa, seperti Suralaya, Saguling, Paiton, dan Cirata, saling dihubungkan melalui stasiun atau gardu-gardu induk. Dengan sistem ini apabila kebutuhan daya dari wilayah tertentu tidak bisa dipenuhi oleh pembangkit setempat, maka bisa dibantu dengan suplai dari berbagai stasiun yang terhubung. Demikian pula jika terjadi kelebihan catu daya, pusat pembangkit bisa mengirimkannya ke wilayah-wilayah lain yang tersambung dalam sistem interkoneksi.
Melalui PPB dan UPB (Unit Pengatur Beban) penyaluran beban bisa diatur dan dikendalikan dengan baik. PPB yang berada di Gandul merupakan pusat pengatur beban yang mengendalikan sistem interkoneksi se-Jawa (Java Control Center) atau JCC) dibantu oleh 4 buah unit pengatur beban daerah sebagai pengatur beban di wilayah (Area Control Center/ACC). UPB mempunyai fungsi melakukan pekerjaan jarak jauh, antara lain telesignaling, telemeasurement, dan remote control. Telesignaling berfungsi untuk melakukan sinyal jarak jauh untuk posisi pemutus tenaga (switchgear), pemisah, alarm, dan sebagainya. Selain itu UPB berfungsi untuk melakukan pengukuran jarak jauh (telemeasurement) pada pengukuran tegangan, arus, dan frekuensi. Fungsi UPB lainnya adalah untuk melakukan pengontrolan jarak jauh (remote control) sebagai pengontrol pemutus tenaga.

E.            GANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK
1.             Faktor-faktor Penyebab Gangguan
Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem yang melibatkan banyak komponen dan sangat kompleks. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem tenaga listrik, antara lain sebagai berikut.
a.              Faktor Manusia
Faktor ini terutama menyangkut kesalahan atau kelalaian dalam memberikan perlakuan pada sistem. Misalnya salah menyambung rangkaian, keliru dalam mengkalibrasi suatu piranti pengaman, dan sebagainya.
b.             Faktor Internal
Faktor ini menyangkut gangguan-gangguan yang berasal dari sistem itu sendiri. Misalnya usia pakai (ketuaan), keausan, dan sebagainya. Hal ini bias mengurangi sensitivitas relai pengaman, juga mengurangi daya isolasi peralatan listrik lainnya.
c.              Faktor Eksternal
Faktor ini meliputi gangguan-gangguan yang bersal dari lingkungan di sekitar sistem. Misalnya cuaca, gempa bumi, banjir, dan sambaran petir. Di samping itu ada kemungkinan gangguan dari binatang, misalnya gigitan tikus, burung, kelelawar, ular, dan sebagainya.
2.             Jenis Gangguan
Jika ditinjau dari sifat dan penyebabnya, jenis gangguan dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a.             Tegangan Lebih (Over Voltage)
Tegangan lebih merupakan suatu gangguan akibat tegangan pada sistem tenaga listrik lebih besar dari seharusnya.
Gangguan tegangan lebih dapat terjadi karena kondisi eksternal dan internal pada sistem berikut ini.
1)             Kondisi Internal
Hal ini terutama karena isolasi akibat perubahan yang mendadak dari kondisi rangkaian atau karena resonansi. Misalnya operasi hubung pada saluran tanpa beban, perubahan beban yang mendadak, operasi pelepasan pemutus tenaga yang mendadak akibat hubungan singkat pada jaringan, kegagalan isolasi, dan sebagainya.
2)             Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal terutama akibat adanya sambaran petir. Petir terjadi disebabkan oleh terkumpulnya muatan listrik, yang mengakibatkan bertemunya muatan positif dan negatif.pertemuan ini berakibat terjadinya beda tegangan antara awan bermuatan posisif dengan muatan negatif, atau awan bermuatan positif atau negatif dengan tanah. Bila beda tegangan ini cukup tinggi maka akan terjadi loncatan muatan listrik dari awan ke awan atau dari awan ke tanah.
Jika ada menara (tiang) listrik yang cukup tinggi maka awan bermuatan yang menuju ke bumi ada kemungkinan akan menyambar menara atau kawat tanah dari saluran transmisi dan mengalir ke tanah melalui menara- dan tahanan pentanahan menara. Bila arus petir ini besar, sedangkan tahanan tanah menara kurang baik maka kan timbul tegangan tinggi pada menaranya. Keadaan ini akan berakibat dapat terjadinya loncatan muatan dari menara ke penghantar fase. Pada penghantar fase ini akan terjadi tegangan tinggi dan gelombang tegangan tinggi petir yang sering disebut surja petir. Surja petir ini akan merambat atau mengalir menuju ke peralatan yang ada di gardu induk.
b.             Hubung Singkat
Hubung singkat adalah terjadinya hubungan penghantar bertegangan atau penghantar tidak bertegangan secara langsung tidak melalui media (resistor/beban) yang semestinya sehingga terjadi aliran arus yang tidak normal (sangat besar). Hubung singkat merupakan jenis gangguan yang sering terjadi pada sistem tenaga listrik, terutama pada saluran udara 3 fase. Meskipun semua komponen peralatan listrik selalu diisolasi dengan isolasi padat, cair (minyak), udara, gas, dan sebagainya. Namun karena usia pemakaian, keausan, tekanan mekanis, dan sebab-sebab lainnya, maka kekuatan isolasi pada peralatan listrik bisa berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Hal ini akan mudah menimbulkan hubung singkat.
Pada beban isolasi padat atau cair, gangguan hubung singkat bisanya mengakibatkan busur api sehingga menimbulkan kerusakan yang tetap dan gangguan ini disebut gangguan permanen (tetap). Pada isolasi udara yang biasanya terjadi pada saluran udara tegangan menengah atau tinggi, jika terjadi busur api dan setelah padam tidak menimbulkan kerusakan, maka gangguan ini disebut gangguan temporer (sementara). Arus hubung singkat yang begitu besar sangat membahayakan peralatan, sehingga untuk mengamankan perlatan dari kerusakan akibat arus hubung singkat maka hubungan kelistrikan pada seksi yang terganggu perlu diputuskan dengan peralatan pemutus tenaga atau circuit breaker (CB).
Gangguan hubung singkat yang sering terjadi pada sistem tenaga listrik 3 fase sebagai berikut.
1)      satu fase dengan tanah
2)      fase dengan fase
3)      2 fase dengan tanah
4)      Fase dengan fase dan pada waktu bersamaan dari fase ke 3 dengan tanah
5)      3 fase dengan tanah
6)      Hubung singkat 3 fase
Empat jenis gangguan pertama menimbulkan arus gangguan tidak simetris (unsymetrical short-circuit). Sedangkan dua jenis gangguan terakhir menimbulkan arus gangguan hubung singkat simetris (symtrical short-cirt\cuit). Perhitungan arus hubung singkat sangat penting untuk menentukan kemampuan pemutus tenaga dan untuk koordinasi pemasangan relai pengaman.
c.              Beban Lebih (Over Load)
Beban lebih merupakan gangguan yang terjadi akibat konsumsi energi listrik melebihi energi listrik yang dihasilkan pada pembangkit. Gangguan beban lebih sering terjadi terutama pada generator dan transfornator daya. Ciri dari beban lebih adalah terjadinya arus lebih pada komponen. Arus lebih ini dapat menimbulkan pemanasan yang berlebihan sehingga bisa menimbulkan kerusakan pada isolasi. Pada tarnsformator distribusi sekunder yang menyalurkan eneergi listrik pada konsumen akan memutuskan aliran melalui relai beban lebih jika konsumsi tenaga listrik oleh konsumen melebihi kemampuan transformator tersebut.
d.             Daya Balik (Reserve Power)
Daya balik merupakan suatu gangguan berubahnya fungsi generator menjadi motor (beban) pada sistem pembangkit tenaga listrik. Gangguan ini terjadi pada sistem tenaga lsitrik yang terintegrasi (interconnected system). Pada kondisi normal generator-generator yang tersambung secara paralel akan bekerja secara serentak dalam membangkitkan tenaga listrik. Namun karena sesuatu sebab, misalnya gangguan hubung singkat yang terlalu lama, gangguan medan magnet, dan sebagainya, maka akan terjadi ayunan putaran rotor sebagian dari generator pada sistem tersebut. Ayunannya bisa lebih cepat atau lebih lambat dari putaran sinkron. Hal ini menyebabkan sebagian generator menjadi motor dan sebagian berbeban lebih. Dengan demikian terjadi aliran tenaga listrik yang berbalik, yaitu generator yang seharusnya menghasilkan tenaga listrik, justru berbalik menjadi motor yang menyerap tenaga listrik. Kejadian ini akan terjadi pada sistem tegangan tinggi atau ekstra tinggi yang lebih luas, misalnya pada sistem tenaga listrik terintegrasi (Jawa-Bali).
Cara untuk mengatasi gangguan ini adalah dengan melepas generator yang terganggu atau melepas daerah yang terjadi hubung singkat secepat mungkin. Gangguan ini dapat membahayakan generator itu sendiri atau membahayakan sistemnya. Untuk mengamankan gangguan di atas biasanya pada penyerentakan generator telah dilengkapi dengan relai daya balik (reserve power relay).
F.            PENCEGAHAN GANGGUAN
Sistem tenaga listrik dikatakan baik apabila dapat mencatu dan menyalurkan tenaga listrik ke konsumen dengan tingkat keandalan yang tinggi. Keandalan di sini meliputi kelangsungan, stabilitas, dan harga per KWH yang terjangkau oleh konsumen. Pemadaman listrik sering terjadi akibat gangguan yang tidak bisa diatasi oleh system pengamannya. Keadaan ini akan sangat mengganggu kelangsungan penyaluran tenaga listrik. Naik turunnya kondisi tegangan dan catu daya listrik pun bisa merusakkan perlatan listrik.
Sebagaimana dijelaskan di muka, ada beberapa jenis gangguan pada saluran tenaga listrik yang memang tidak semuanya bisa dihindarkan. Untuk itu perlu dicari upaya pencegahan agar bisa memperkecil kerusakan pada peralatan listrik, terutama pada manusia akibat adanya gangguan. Menurut J. Soekarto (1985), pencegahan pada gangguan pada system tenaga listrik bisa dikategorikan menjadi 2 langkah sebagai berikut.
1.             Usaha Memperkecil Terjadinya Gangguan
Cara yang ditempuh, antara lain
a.       membuat isolasi yang baik untuk semua peralatan;
b.      membuat koordinasi isolasi yang baik antara ketahanan isolasi peralatan dan penangkal petir (arrester);
c.       membuat kawat tanah dan membuat tahanan tanah pada kaki menara sekecil mungkin, serta selalu mengadakan pengecekan;
d.      membuat perencanaan yang baik untuk mengurangi pengaruh luar mekanis dan mengurangi atau menghindarkan sebab-sebab gangguan karena binatang, polusi, kontaminasi, dan lain-lainnya;
e.       pemasangan yang baik, artinya pada saat pemasangan harus mengikuti peraturan-peraturan yang baku;
f.       menghindari kemungkinan kesalahan operasi, yaitu dengan membuat prosedur tata cara operasional (standing operational procedur) dan membuat jadwal pemeliharaan rutin;
g.      memasang kawat tanah pada SUTT dan gardu induk untuk melindungi terhadap sambaran petir;
h.      memasang lightning arrester (penangkal petir) untuk mencegah kerusakan pada peralatan akibat sambaran petir.
2.             Usaha Mengurangi Kerusakan Akibat Gangguan
Beberapa cara untuk mengurangi pengaruh akibat gangguan, antara lain sebagai berikut.
a.              Megurangi akibat gangguan,  misalnya dengan membatasi arus hubung singkat, caranya dengan menghindari konsentrasi pembangkitan atau dengan memakai impedansi pembatas arus, pemasangan tahanan, atau reaktansi untuk sistem pentanahannya sehingga arus gangguan satu fase terbatas. Pemakaian peralatan yang tahan atau andal terhadap terjadinya arus hubung singkat.
b.             Secepatnya memisahkan bagian sistem yang terganggu dengan memakai pengaman lebur atau dengan relai pengaman dan pemutus beban dengan kapasitas pemutusan yang memadai;
c.              Merencanakan agar bagian sistem yang terganggu bila harus dipisahkan dari sistem tidak akan mengganggu operasi sistem secara keseluruhan atau penyaluran tenaga listrik ke konsumen tidak terganggu. Hal ini bisa dilakukan, misalnya dengan
1)      memakai saluran ganda atau saluran yang membentuk ring;
2)      memakai penutup balik otomatis;
3)      memakai generator cadangan atau pembangkitan siap pakai.
d.             Mempertahankan stabilitas sistem selama terjadi gangguan, yaitu dengan memakai pengatur tegangan otomatis yang cepat dan karakteristik kestabilan generator yang memadai.
e.              Membuat data/pengamatan gangguan yang sistematis dan efektif, misalnya dengan menggunakan alat pencabut gangguan untuk mengambil langkah-langkah pencegahan lebih lanjut.

G.           DAERAH PENGAMAN
Di dalam pengaman sistem tenaga listrik, seluruh komponen harus diamankan dengan tetap menekankan selektivitas kerja peralatan/relai pengaman. Untuk mencapai hal ini, system tenaga listrik dibagi menjadi daerah-daerah (zona) pengamanan.
Setiap daerah pengaman pada umumnya terdiri atas satu atau lebih elemen sistem tenaga listrik. Misalnya generator, bus bar, transformator, saluran udara, dan lain-lain. Agar seluruh sistem tenaga listrik dapat diamankan, maka harus ada daerah yang tumpang-tindih (overlap). Artinya ada elemen sistem yang diamankan oleh dua daerah pengamanan.
Setiap daerah pengaman dijaga oleh relai yang sesuai dengan karakteristik peralatan yang diamankan. Pada umumnya yang menjadi pembatas pengamanan antarderah pengamanan ialah trafo arus yang mencatu ke relai.
Agar daerah pengamanan tumpang-tindih, maka trafo arus A untuk mengamankan daerah B, sedangkan trafo arus B untuk mengamankan daerah A. Jika terjadi gangguan pada daerah yang tumpang-tindih maka banyak pemutus beban yang bekerja. Hal ini lebih baik dan lebih aman daripada ada daerah kosong yang tidak teramankan.


H.           PENGAMAN UTAMA DAN CADANGAN
Untuk mengatasi adanya kegagalan kerja dari sistem pengaman, maka pengamanan sistem tenaga listrik dibuat berlapis menjadi dua kelompok, yaitu pengaman utama dan pengaman cadangan. Pengaman utama akan segera bekerja jika terjadi gangguan, sedangkan pengaman cadangan akan bekerja jika pengaman utama gagal bekerja. Kegagalan kerja dari sistem pengaman disebabkan oleh salah satu elemen pengaman tersebut.





1.             Pengaman Utama
Daerah pengamanan seperti diuraikan sebelumnya memberikan gambaran tentang tugas dari pengaman utama. Untuk relai cepat dan pemutus beban cepat, waktu mulainya terjadinya gangguan sampai selesainya pembukaan pemutus beban maksimum 100 ms, yaitu terdiri dari waktu kerja relai 20-40 ms dan waktu pembukaan pemutus beban 40-60 ms.
Pada pengamanan jenis tertentu, misalnya pengamanan dengan relai arus lebih, waktu kerjanya justru diperlambat untuk mendapatkan selektivitas karena terjadi pengamanan yang tumpang-tindih dengan seksi berikutnya. Relai ini bertugas selain sebagai pengaman utama pada daerahnya dan juga sekaligus merupakan pengaman cadangan pada seksi berikutnya.
Elemen-elemen pengaman utama terdiri atas relai, trafo tegangan, baterai (catu daya), kumparan trip, dan pemutus tenaga. Kegagalan kerja pada elemen-elemen pengaman utama dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a.       Kegagalan pada relainya sendiri.
b.      Kegagalan catu arus dan atau catu tegangan ke relai. Hal ini dapat disebabkan kerusakan trafo arus atau trafo tegangannya. Bisa juga rangkaian catu ke relai dari trafo tersebut terbuka atau terhubung singkat.
c.       Kegagalan sistem catu arus searah untuk triping pemutus beban. Hal ini disebabkan baterai lemah karena kurang perawatan, terbuka, atau terhubung singkatnya arus searah.
d.      Kegagalan pada pemutus tenaga. Kegagalan ini dapat disebabkan karena kumparan trip tidak menerima catu, terjadi kerusakan mekanis, atau kegagalan pemutusan arus karena besarnya arus hubung singkat melampaui kemampuan dari pemutus bebannya.
Di samping kegagalan di atas, pada pengaman tumpang-tindih (Gambar 2.5) dapat juga terjadi gangguan pada titik x. gangguan itu dapat terjadi antara batas daerah pengaman A dengan pemutus bebannya atau pengaman daerah telah bekerja dan membuka pemutus tenaganya, tetapi gangguan tersebut belum hilang dari sistem. Hal tersebut terjadi karena relai pengaman daerah A tidak mendeteksinya, sehingga masih terdapat daerah mati.

2.             Gangguan Cadangan
Kegagalan pada pengaman utama atau adanya daerah mati tersebut diatasi dengan menggunakan pengaman cadangan. Pengaman cadangan umumnya mempunyai perlambatan waktu untuk memberikan kesempatan pengaman utama bekerja lebih dahulu. Jika pengaman utama gagal, maka pengaman cadangan bekerja.
Jenis pengaman cadangan ada dua, yaitu pengaman cadangan setempat (local back up) dan pengaman cadangan jauh (remote back up).

a.             Pengaman Cadangan Setempat
Pengaman cadangan setempat merupakan sistem pengaman yang bekerja jika pengaman utamanya gagal bekerja. Akan tetapi, jika pengamanannya masih gagal karena pemutus beban gagal bekerja, maka relai tersebut akan memberikan perintah untuk membuka semua pemutus beban yang ada kaitannya dengan pemutus beban tersebut.
Sistem pengaman cadangan setempat umumnya digunakan pada sistem tenaga listrik dengan tegangan ekstra tinggi. Dalam hal ini relai cadangan mempunyai kecepatan sama dengan pengaman utamanya, karena sistem ini mempunyai pengaman ganda. Disebut pengaman ganda, sebab trafo arus, baterai, maupun kumparan trip semuanya ganda. Di Indonesia untuk sistem dengan tegangan tinggi, yaitu tegangan 150 KV dan 70 KV, biasanya pengaman cadangannya hanya berupa relai cadangan.
b.             Pengaman Cadangan Jauh
Pengaman cadangan jauh merupakan pengaman yang digunakan untuk mengantisipasi adanya kegagalan kerja pengaman di daerah tertentu. Dalam hal ini suatu gangguan pada daerah tertentu akan dihilangkan atau dipisahkan oleh pengaman dari tempat lain berikutnya (cadangan jauh).
Pengaman cadangan jauh yang banyak dipakai adalah pengaman dengan relai arus lebih dan pengaman dengan relai jarak. Pengaman cadangan jauh kurang memadai untuk sistem yang besar, antara lain karena dapat gagal bekerja dan dapat terjadi triping yang tidak diharapkan.

I.              SOAL-SOAL LATIHAN
1.      Mengapa pengaman sangat esensial dalam sistem tenaga listrik?
2.      Apa keuntungan dan kelemahan dari sistem interkoneksi tenaga listrik jika dibandingkan dengan sistem tenaga listrik konvensional?
3.      Apa perbedaan fungsi pengaman untuk sistem tenaga listrik yang terhubung secara interkoneksi dan sistem tenaga listrik noninterkoneksi?
4.      Dengan melihat berbagai kemungkinan gangguan pada sistem tenaga listrik, apa usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencegah adanya bahaya yang ditimbulkan?
5.      Apakah pengaman cadangan harus selalu ada pada sistem tenaga listrik? Jalaskan.







  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

GANGGUAN PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

filosofi proteksi tenaga listrik